Photo by Saya Kimura on Pexels.com

Negeri Maiyah telah mencuri perhatian saya sejak 2012 silam. Pak Saratri Wilonoyudho pernah mengisahkan di penghujung tahun tersebut tentang Kang Rohanan. Beliau mengakhiri kerinduannya untuk bertemu Allah SWT karena mengalami kecelakaan lalu lintas. Kang Rohanan adalah seorang Jamaah Maiyah Gambang Syafaat yang paling istiqomah. Beliau sangat rajin dan disiplin menghadiri setiap acara maiyahan, memboncengkan isteri beserta anaknya yang masih bayi ‘merah’ dengan sepeda motor, dari Ungaran Timur ke Semarang. Bahkan pernah ada acara maiyahan di Kendal dan Demak, Kang Rohanan, juga dengan “bergas” memboncengkan mereka.

Dari Blitar, seorang pemuda juga selalu menghadiri Maiyah Bangbang Wetan Surabaya dengan mengayuh sepeda onthel. Dengan segala kerendahan hatinya dia pun mengaku kalau apa yang dilakukannya itu merupakan hal biasa, tanpa sedikitpun mengeluh sebagai wujud syukur atas apa yang telah dianugerahkaNya. Tak kalah ekstrem, beberapa waktu lalu ada dua siswa yang juga berstatus santri dari sebuah pesantren kecil di Tumpang, Malang. Menempuh jarak 25-30 Km untuk sampai di tempat Maiyah rutinan mereka turut hadir sampai pukul 3 dini hari, padahal beberapa jam kemudian akan menghadapi Ujian Nasional. Dalam momen pamitan kedua siswa tersebut memohon doa semoga kehadiran mereka menjadi alasan bagi Allah untuk memudahkan urusannya.

Mengisahkan Cak Nun Pak Saratri pula menyebutkan bahwa beliau sosok yang sangatlah langka, dan saya termasuk orang yang pesimistis bahwa 100 tahun ke depan pun Indonesia tidak akan melahirkan sosok seperti beliau. Sosok hamba yang tidak takut kepada siapapun kecuali hanya kepada Allah dan Rasulullah. Hamba yang tidak pernah berjarak antara ucapan dan tindakannya. Hamba yang mudah marah jika menyaksikan kebatilan. Hamba yang beretos kerja tinggi, jarang mengeluh jika sudah “tune in” menjalankan amanah Allah, menyapa dan menyayangi ciptaanNya. Hamba yang sangat teguh kepada pendirian untuk memperjuangkan nilai-nilai kebenaran. Hamba yang tidak mementingkan penampilan dan tidak “patheken” jika tidak diperhitungkan atau dihargai siapapun, sebab baginya yang penting Allah tidak marah kepadanya. Kisah dan pesan diatas teramatlah jelas bahwa semua itu dilakukan karena satu alasan; Cinta.

Pengajian Maiyah yang bibitnya telah tertanam sejak 24 tahun silam di Padhang Mbulan Jombang kini telah semakin meluas dan semakin banyak pemuda, anak kecil atau bahkan bayi-bayi diajak untuk mengikutinya, tak peduli malam dingin, ataupun hujan semakin banyak orang yang berkumpul mencari aji-ne urip.

Menyongsong akhir tahun 2016 ini telah ada 31 Simpul Maiyah dan sekitar 10 Lingkar Maiyah tersebar di Pulau Jawa, Lampung, Sulawesi (Paparandeng Ate) dan bahkan Korea. Jika sepanjang tahun 2015 terdapat 7 simpul baru, maka di sepanjang 2016 telah lahir 12 simpul baru dan 10 Lingkar Maiyah semua menyelenggarakan maiyahan rutin sebulan sekali semuanya swadaya dan tidak mengharap sponsor dari pihak manapun.  Di Korea Selatan misalnya, penggiat yang rata-rata merupakan tenaga kerja Indonesia tersebut menyelenggarakan maiyahan dengan cara unik dan penuh perjuangan. Jarak antar wilayah yang ditempuh berjam-jam, belum transportasi yang memang tidak murah untuk sekali tempuh, mungkin budget segelo dikeluarkan sudah menjadi hal yang biasa, 4 musim yang ekstrem, dini hari baru mulai maiyahan, sungguh apa yang diperjuangkan dalam mencari kesejatian semoga benar-benar terbayar oleh Syafaat Rasulullah dan Kasih sayangNya.

Berdasarkan yang telah disepakati pada Silatnas II Penggiat Maiyah di Magelang, perwakilan dari tiap simpul yang turut serta dalam forum ijtihad di bidang Ekonomi, Politik, Pendidikan dan Literasi selanjutnya menjadi representasi dari simpulnya dalam rangka membangun rantai koordinasi dengan simpul yang lain, untuk kemudian menata pada masing-masing simpul. Diantara yang telah berhasil diterapkan seperti survey yang dilakukan oleh Bank Data Bangbang Wetan tentang Jamaah Maiyah, Workshop keorganisasian, Workshop Literasi, Barter hasil wirausaha simpul, pendekontruksian makna politik, pembuatan Quote Maiyah, dan Ta’dib kepengasuhan oleh Padhang Mbulan dan Waro’ Kaprawiran. Semoga seluruh daya upaya kita dalam rangka selalu berusaha bersama dan menuju Allah. Belajar terus menerus mengenali, mencintai dan meniru Sang Kekasih hati, Imam Para Pejuang, Rasulullah Muhammad Saw.

 

Nafisatul Wakhidah

3 Oktober 2016